Manusia Dan Keindahan Gereja Katedral
Indonesia memiliki banyak gedung gereja tua yang dipergunakan oleh berbagai denominasi gereja dan yang dibangun dengan berbagai jenis arsitektur. Salah satunya adalah Gereja Katedral. Kita akan membahas salah satu gereja sebagai tempat peribadatan umat agama Kristen Katholik yaitu Gerja Katedral yang terdapat di negara Indonesia, yaitu Gereja Katedral Jakarta. Gereja Katedral Jakarta terletak di Jalan Katedral No. 2. Gereja ini dilindungi hukum, merupakan cagar budaya dan penanda penting dalam tatanan Kota Jakarta. Tidaklah heran gedung Gereja Katedral ini memiliki karismanya tersendiri, dan merupakan simbol yang tidak dapat dipisahkan dari kerukunan antar-agama. Gedung Katedral dilabur putih dan merupakan penanda (landmark) megah di Weltevreden, Jakarta, di depan halaman yang luas, yang sekarang lebih dikenal dengan lapangan Banteng-dulu disebut Taman Waterloo setelah Daendels berkuasa. Di sekeliling Katedral terdapat Istana Daendels (sekarang Departemen Keuangan) dan di sisi-sisi lain taman terdapat pintu air dan benteng citadel (sekarang berdiri Masjid Istiqlal), terdapat juga garnisun tentara Belanda. Ada pula patung Jan Pieterszoon Coen yang pada zaman Jepang ditumbangkan. Bangunan gereja katedral yang megah dan berdiri kokoh ini mulai didirian pada tahun 1891 untuk menggantikan bangunan gereja lama yang runtuh. Pada tanggal 9 April 1980. Gereja Katedral adalah sebuah bangunan gereja yang elegan dan cantik karena dibangun dengan arsitektur neo-gotik dari Eropa dan hasil karya arsitek gereja yaitu Pastor Antonius Dijkmans, SJ yaitu seorang Pastor Belanda yang bertugas di Indonesia pada waktu itu. Gaya arsitektur itu disebut Neogotik karena merupakan “tiruan gaya Gotik”. Pada arsitektur gaya Gotik yang asli, langit-langit bangunan dibuat dari batu alam dan merupakan kesatuan konstruksi sebagai penyangga atap.
Berbeda dengan gereja Gotik abad pertengahan yang hampir seluruhnya dibuat dari batu alam, maka ciri khasnya adalah lengkungan yang bertemu melancip ke atas dan memberikan ekspresi ke atas yang sangat sesuai dengan bangunan ibadah. Ditambah melangsingkan batu alam tersebut dengan bentuk alur menjulang tinggi, maka kesannya lebih mengarah pada ketinggian bangunan. Katedral di Jakarta ditulari dengan menggunakan langit-langit kayu jati dengan bentuk seolah-olah “Gotik”. Tetapi, pada akhir abad ke-19 mengejar bentuk adalah lazim, tidak lahir dari konstruksi murni.
Menara yang dalam arsitektur asli Gotik dibuat dari susunan batu alam pula secara filigran (rajutan halus), pada Gereja Katedral sudah diganti dengan bahan modern waktu itu, yaitu baja. Pada waktu itu di Eropa digunakan konstruksi baja, dengan hiasan seolah-olah pahatan batu. Gaya ini merupakan pengaruh guru besar arsitek Violet le Duc, yang banyak pengikutnya, termasuk Dijkmans. Cuypers di Belanda menerapkan arsitektur Neogotik ini di mana-mana. Gereja Katedral Jakarta berukuran cukup besar, berkapasitas waktu itu 900 orang dengan bangku-bangku cukup kokoh, ketinggian ruang yang sangat mengagumkan, dan merupakan salah satu simbol gereja Kristen-Katolik.
Dalam garis besarnya, Katedral merupakan jenis gereja salib yaitu ruangannya berbentuk salib. Ruang altar menempati bagian atas batang salibnya. Arah bangunan dari segi panjang diletakkan pada sumbu timur-barat yang mengurangi terik Matahari langsung. Namun, sistem pembangunan sangat mengacu pada arsitektur Barat, dengan teritis atap yang kecil, jendela tinggi lebar, sehingga suasana khas gereja Eropa terdapat di sini. Apalagi ditambah hiasan kaca patri yang indah. Pada bagian barat Katedral, terdapat jendela rosetta yang besar dihiasi kaca patri yang indah. Hiasan dinding berupa lukisan keramik karya Th Molkeboer dikerjakan di Belanda dan ditambahkan pada tahun 1911 dan gayanya sudah mendekati gaya Jugendstil/Amsterdamsche School yang lebih modern. Dalam pemilihan hiasan dinding ini pun, menurut data yang ada (ditemukan pastor Kurris) Pastor Dijkmans masih ikut menentukan. Pembangunan gereja katedral ini harus menghadapi banyak sekali kendala. yaitu : Pada tahun 1892 bahkan sempat terhenti karena kekurangan biaya. Pada tahun 1894 sang arsitek terpaksa pulang ke negeri Belanda karena sakit dan pada tahun 1922 akhirnya beliau dipanggil Tuhan, sehingga gereja katedral terbengkalai. Setelah berhenti beberapa waktu lamanya, akhirnya pada tanggal 16 Januari 1899, pembangunan Gereja Katedral Jakarta dimulai kembali yang ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Mgr E. S. Luypen SJ sebagai Uskup pada waktu itu dan yang bertindak sebagai insinyurnya adalah M. J. Hulswit. Para gembala dan umat saat itu berusaha dengan segala daya upaya untuk mengumpulkan dana untuk pembangunan gedung Gereja Pada akhirnya dengan menghadapi berbagai macam kendala, pada tahun 19011, Gereja Katedral diresmikan pada tahun 1901. Gereja Katedral Jakarta hampir berumur 1 abad tetapi gereja ini masih berdiri kokoh dengan cantiknya.
Berbeda dengan gereja Gotik abad pertengahan yang hampir seluruhnya dibuat dari batu alam, maka ciri khasnya adalah lengkungan yang bertemu melancip ke atas dan memberikan ekspresi ke atas yang sangat sesuai dengan bangunan ibadah. Ditambah melangsingkan batu alam tersebut dengan bentuk alur menjulang tinggi, maka kesannya lebih mengarah pada ketinggian bangunan. Katedral di Jakarta ditulari dengan menggunakan langit-langit kayu jati dengan bentuk seolah-olah “Gotik”. Tetapi, pada akhir abad ke-19 mengejar bentuk adalah lazim, tidak lahir dari konstruksi murni.
Menara yang dalam arsitektur asli Gotik dibuat dari susunan batu alam pula secara filigran (rajutan halus), pada Gereja Katedral sudah diganti dengan bahan modern waktu itu, yaitu baja. Pada waktu itu di Eropa digunakan konstruksi baja, dengan hiasan seolah-olah pahatan batu. Gaya ini merupakan pengaruh guru besar arsitek Violet le Duc, yang banyak pengikutnya, termasuk Dijkmans. Cuypers di Belanda menerapkan arsitektur Neogotik ini di mana-mana. Gereja Katedral Jakarta berukuran cukup besar, berkapasitas waktu itu 900 orang dengan bangku-bangku cukup kokoh, ketinggian ruang yang sangat mengagumkan, dan merupakan salah satu simbol gereja Kristen-Katolik.
Dalam garis besarnya, Katedral merupakan jenis gereja salib yaitu ruangannya berbentuk salib. Ruang altar menempati bagian atas batang salibnya. Arah bangunan dari segi panjang diletakkan pada sumbu timur-barat yang mengurangi terik Matahari langsung. Namun, sistem pembangunan sangat mengacu pada arsitektur Barat, dengan teritis atap yang kecil, jendela tinggi lebar, sehingga suasana khas gereja Eropa terdapat di sini. Apalagi ditambah hiasan kaca patri yang indah. Pada bagian barat Katedral, terdapat jendela rosetta yang besar dihiasi kaca patri yang indah. Hiasan dinding berupa lukisan keramik karya Th Molkeboer dikerjakan di Belanda dan ditambahkan pada tahun 1911 dan gayanya sudah mendekati gaya Jugendstil/Amsterdamsche School yang lebih modern. Dalam pemilihan hiasan dinding ini pun, menurut data yang ada (ditemukan pastor Kurris) Pastor Dijkmans masih ikut menentukan. Pembangunan gereja katedral ini harus menghadapi banyak sekali kendala. yaitu : Pada tahun 1892 bahkan sempat terhenti karena kekurangan biaya. Pada tahun 1894 sang arsitek terpaksa pulang ke negeri Belanda karena sakit dan pada tahun 1922 akhirnya beliau dipanggil Tuhan, sehingga gereja katedral terbengkalai. Setelah berhenti beberapa waktu lamanya, akhirnya pada tanggal 16 Januari 1899, pembangunan Gereja Katedral Jakarta dimulai kembali yang ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Mgr E. S. Luypen SJ sebagai Uskup pada waktu itu dan yang bertindak sebagai insinyurnya adalah M. J. Hulswit. Para gembala dan umat saat itu berusaha dengan segala daya upaya untuk mengumpulkan dana untuk pembangunan gedung Gereja Pada akhirnya dengan menghadapi berbagai macam kendala, pada tahun 19011, Gereja Katedral diresmikan pada tahun 1901. Gereja Katedral Jakarta hampir berumur 1 abad tetapi gereja ini masih berdiri kokoh dengan cantiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar